Entri Populer

Sabtu, 03 September 2011

Petualangan Cinta Thalia


PETUALANGAN CINTA THALIA

“buk” bantal besar dan keras menimpa wajah Thalia, ia mengerjap ngerjap untuk membangkitkan kesadaranya. “bangun anak mami!! Loe tuh tidur kayak kebo tau! Dari tadi gue teriak-teriak bangunin loe! Loe gag bangun-bangun! Nasib apa gue punya adek kayak loe!” kata Rama sambil membuka tirai dan jendela Thalia lebar-lebar, agar udara bisa masuk. Thalia menyipitkan mata karna tak kuat melihat sinar matahari yang langsung menerpanya. Di lihatnya kakak semata wayangnya yang sedang melambaikan tangan di depan wajahnya.
"woy bangun! Belum sadar juga loe! Mau gue siram air biar sadar?" kata Rama sambil mengguncang tubuh mungil adik semata wayangnya.
          “loe berisik banget sih! Gue itu baru pulang jam 2 pagi tau!! Jadi wajar dong kalo gue tidur sampe pagi gini!” Thalia menjawab tak kalah ketus sambil menarik lagi selimutnya.
          ”pagi??!! Hallow! coba liat jam, udah jam 12 siang sweety! mangkanya, siapa suruh loe tiap hari ngedugem terus! Biar tau rasa loe! Lagian loe bilang aja sama temen loe kalo loe gag bisa ikut party! Sekarang gue gag mau tau! Loe harus bangun, karna 1 jam lagi papa mama sudah  nunggu loe di ruang keluarga!” kata Rama menarik selimut Thalia dan langsung kelua kamar Thalia.
          ”APA??!! Jangan pergi dulu, kenapa loe gag bilang dari kemarin-kemarin kalo papa mama mau balik dari Aussie pagi ini!” teriak Thalia menghentikan langkah Rama yang sudah akan pergi meninggalkan kamar Thalia.
          ”mana gue tau! Gue juga baru di kasi tau si mbok 2 jam yang lalu, tau tuh si mbok pikun! Gag ngasi tau dai kemarin” kata Rama tanpa menoleh. Iapun berlalu.
”MAMPUS GUE! Adakah keajaiban yang bisa membuat gue merapikan kamar seberantakan ini dengan waktu kurang dari 1 jam? OH MY GOD,,, HELP ME PLEASE!!” Thalia berguman sendiri, ia terlihat masih syok dengan apa yang di dengarnya barusan. Tanpa berkata-kata lagi, ia turun dari tempat tidur dan langsung mandi jebar-jebur ala kucing takut air. Setelah itu, ia membersihkan kamarnya dan merapikan benda-benda yang tergeletak tak beraturan di kamarnya. Itupun di bantu mbok Titi dan beberapa pembantu lainya.
Thalia memang tak biasa mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Padahal niat mama dan papanya tinggal di negri Kangguru Australia adalah agar kedua anak mereka bisa hidup mandiri dan bisa lebih bertanggung jawab. Tapi sepertinya itu pilihan yang salah, karna kedua anaknya malah menjadi liar.
Satu jam kemudian, Rama masuk ke kamar Thalia.
”woy! Mama papa udah sampai tuh!” kata Rama sambil memperhatikan adiknya mengikat rambut dengan rapi.
”duluan aja, gue lagi bentar selesai nih.” kata Thalia tanpa menoleh, sibuk mengikat rambut panjangnya. Ramapun turun duluan dan melihat mama papanya baru masuk rumah. Kopernya di bawakan pak Putra, supir andalan keluarga. Di kamar, Thalia sibuk bedandan ria sambil memperhatikan seisi kamarnya dengan teliti takut ada yang masih berantakan. Kamar serba ungu itu terlihat sudah rapi dan bersih. Thaia memang pecinta warna ungu, alias maniak ungu. Dari barang besar sampai yang kecil serba ungu. Bila perlu kulitnya juga mau di cat ungu.
”Rambut udah Rapi, bedak tipis uda, lipglosse uda. Perfeck” kata Thalia, kemudian turun menyusul kakaknya.
”Mama,,Papa! How are you?” kata Rama langsung memeluk papa dan mamanya bergantian.
“hy Honey! Where is your sister?” mama menanyakan Thalia.
“duduk dulu ma, Thalia lagi dandan di atas. Kenapa pulang gag bilang-bilang?” kata Rama penasaran. Tiba-tiba Thalia datang dari atas degan tergesa-gesa.
”Mommy!! Kenapa gag bilang mau datang?” tanya Thalia sambil cipika-cipiki alias cium pipi kanan dan kiri.
”mama di sini cuma 2 hari aja. Tapi tolong ambilkan mama jus apel dulu. Mama haus nih! Kamu apa kabar sayang! Gimana sekolahnya?” tanya mama.
”Tunggu bentar ma” Rama langsung ngeloyor pergi ke dapur.
”aku sih baek-baek aja ma, sekolah juga lancar. Oya! Aku kepilih jadi vokalis band sekolah aku loh ma! Kemarin-kemarin aku ikut audisi, dan aku yang kepilih.” kata Thalia sibuk menceritakan kesibukanya selama di sekolah.
”kakakmu gimana Ta?” papa menyahut.
”ya gitu, biasa-biasa aja sih, dia pernah ngenalin ceweknya ke aku loh pa! Terus dia tuh pernah ninggalin aku pas mau pergi ke sekolah! Jahat deh pa,” kata Thalia lagi
”eh enak aja! Siapa suruh loe bangun jam 7, ya gue tinggal!” kata Rama tiba-tiba nyerocos sambil membawa 1 nampan jus Apel.
”tapi dia gag berusaha bangunin aku pa! Jadi bukan salah aku sepenuhnya kan pa!” kata Thalia membela diri.
”sudah,,sudah,, ayo kita makan siang aja, nanti mama kasi tau prihal kedatangan mama yang tiba-tiba” kata mama langsung ke ruang makan. Merekapun mengikuti mama.
***
          Setelah makan siang, mereka kumpul lagi di ruang keluarga.
          ”Papa ke sini karna mendapat laporan dari penasehat keuangan Papa, bulan ini, Thalia menghabiskan uang 25 juta, hanya untuk kebutuhan bulanan, itu semua tidak termasuk biaya sekolah dan makan minum sehari-hari. Jadi kalian bisa bayangan sebagaimana besar pengeluaran papa bulan ini. Papa heran, untuk apa semua uang itu?” kata Papa memandang tajam ke arah Thalia.
          ”Thalia modif mobilnya terus pa! Dia juga gonta-ganti HP tiap minggu, belum lagi kebiasaanya ke salon dan ngedugem tiap malam, mentang-mentang liburan sekolah baru mau di mulai pa!” kata Rama mengadu karna sudah tidak tahan dengan sifat boros adiknya.
Thalia hanya diam membisu, menatap sendal rumah hello kittynya, seakan ada yang aneh dengan sendal itu.
          ”benarkah itu Thalia?” kata mama kecewa.
          ”Thalia cuma pengen nikmatin liburan Thalia mama” kata Thalia mulai menangis.
          ”pokoknya papa gag mau tau! Kamu harus di hukum! Dan kamu Rama, karna kamu membiarkan adikmu melakukan semua itu, berarti kamu juga ikut mendukung perbuatan adik kamu! Dan kamu juga kena hukuman!” kata Papa tegas.
          ”Tapi gag bisa gitu dong pa!”
          ”gag ada tapi-tapian!” pokoknya selama liburan besok, kalian berdua harus di hukum!”
          ”kalo mama, mau uang belanja Rama di tiadakan! Kartu ATM kamu mama blokir selama masa hukuman. Dan selama liburan, kamu harus bekerja biar punya uang jajan. Biar kamu juga bisa ngerasain gimana susahnya cari uang.” kata mama
          ”kalo Papa mau Thalia di tinggal di tempat lain selama liburan!”
          ”wih, kok Thalia enak sekali cuma di suruh tinggal di tempat laen, itu mah, Rama juga mau!” kata Rama kesal. Thalia memandang tajam ke arah Rama, seakan matanya mengisyaratkan ejekan.
          ”papa mau Thalia ikut ke Aussie ya!” kata Thalia senang,
          ”tidak”
          ”di rumah nenek yang di Bandung ya”
          ”gag”
          ”di rumah Tante Lira yang di Bali ya”
          ”gag juga”
          ”di rumah bu’de yang di Kalimantan ya”
          ”No”
          ”pasti di rumah yang papa beli tahun lalu di Sumatra ya”
          ”pokoknya bukan di rumah keluarga atau bukan di rumah yang papa punya.”
          ”di mana dong pa? Di luar negri ya!” kata Thalia masih berbinar-binar.
          ”di rumah Mbok Titi yang di pulau Lombok!” kata Papa tegas
          ”HAH!! Papa becanda kan!” kata Thalia kaget setengah mampus.
          ”papa gag becanda sayang!” kata papa. Rama sontak tertawa terbahak-bahak,
Mama juga tersenyum melihat tingkah Thalia.
          ”papa jahat banget deh! Kan kampung mbok Titi terpencil banget, dan Thalia herus menghabiskan liburan yang cuma 2 minggu di sana? Tanpa mall dan salon-salon..” kata Thalia kecewa.
          ”mau gag mau kamu harus mau!” kata Papa
          ”thalia gag MAU dan gag SETUJU!” kata Thalia memberikan penekanan pada kalimatnya.
          ”setuju gag setuju, kamu harus setuju” kata mama, pelan tapi membuat Thalia tak bisa berkutik.
          ”kamu akan membantu mbok Titi menanam padi, nyari kayu bakar, pokoknya semua aktifitas kamu harus membantu mbok Titi yang di sini sudah melayani kamu dengan sempurna, sekarang giliran kamu yang melayani mbok Titi” kata mama
          ”kok mama papa jahat banget sih! Gag kasian apa sama anaknya yang manis ini! Nanti Thalia stres di sana!” kata Thalia panik.
”memangnya kapan Thalia mau di ungsikan pa?” tanya Rama
”besok siang!” jawab papa santai, seperti tak melihat raut wajah Thalia yang beruah seputih kapas. Seperti petir di siang bolong, Thalia menangis sejadi-jadinya.
”gag mau,,gag mau,, Thalia takut gag ada papa sama mama. Thalia juga belum siap-siap kalo mau berangkat besok! Kan barang bawan Thalia bayak. Satu minggu lagi aja pa!” rengek Thalia lengkap dengan muka memelas dan air mata. Kelihatanya cukup meyakinkan. Tapi papa gak akan luluh dengan rengekan Thalia.
”gag! Papa khawatir kamu kabur kalo nunggu selama itu, besok kita ke Bandara sama-sama. Dan kamu gag perlu bawa banyak barang! Cukup bawa yang penting-penting aja!” kata Papa
”tapi pa, semua barang Thalia penting buat Thalia. Baju, ya pasti penting, make up, gag boleh ketinggalan. Gaun, siapa tau Thaia di ajak ke ondangan. Sepatu kets, sendal, dan high heels, pokoknya gag bisa di siapin dalam waktu satu hari!!” kata Thalia menangis di pundak Rama. Bagaimanapun, Rama tetap iba melihat Thalia yang terbiasa dengan kemewahan tiba-tiba harus berkubang di lumpur dan bermain di hutan.
”pa, Thalia kan masih sekolah besok! Kalo mau ngasi hukuman jangan seperti itu dong pa! Papa dan mama gag khawatir apa terjadi apa-apa pada Thalia? Rama bersedia ikut kok kalau papa mama mau!” kata Rama membela adiknya.
”tidak bisa! Kalau kamu ikut, sama saja dia tetap akan menjadi anak manja. Tujuan papa menyuruh Thalia tinggal di situ agar Thalia lebih mandiri dan bisa menghargai uang! Tidak menghambur-hamburkan uang seperti sekarang! Dan besok papa yang menulis surat izin buat Thalia, lagian SMA kalian sudah selesai ulangan, hanya tinggal bagi Rapor. Nanti bisa di wakilkan kalau hanya sekedar mengambil rapor.” kata Papa, mama hanya tertunduk lesu melihat keputusanya yang terlalu sulit bagi Thalia.
”MAMA DAN PAPA JAHAT!” kata Thalia langsung lari ke kamarnya. Thalia menangis sejadi-jsdinya di kamar, hingga lelah dan tertidur.
***
Tata terbangun saat jam sudah menunjukan pukul 6 sore. Kepalanya pusing karna terlalu banyak tidur, matanya bengkak karna terlalu banyak menangis, dan perutnya sangat amat keroncongan karna bangun tidur ia belum sempat makan apa-apa, karna pada saat semuanya makan, Thalia hanya mencomot sebuah sebuah apel saja. Dan sekarang perutnya sudah tak bisa di ajak kompromi.
Thalia mengambil Ponsel yang ada di meja belajar, kemudian menekan beberapa nomer dan menempelkanya di telinga. Terdengar suara nada sambung.
”Tara,” panggil Thalia pelan.
”hallow Thalia! Gimana nanti malam? Jadi ke cafe Ciokolata kan! Gue udah gag sabar pengen ketemu cowok gue” kata Tara bawel.
”hikss..hikss..” hanya terdengar suara tangisan di ponsel Tara.
”Thalia, loe kenapa? Ada apa? Loe jangan nangis tanpa sebab gitu dong! Cerita dong! Loe kangen sama gue ya!” kata Tara masih sibuk bercanda.
”Tara,, gue mau di ungsikan sama bonyok gue!”
”di ungsikan ke Aussie ya! Seru dong, gag usah sedih lagi!” kata Tara..
”maunya sih ke Aussie, tapi nyatanya ke pulau Lombok! Bayangkan,, pulau sebesar upil dalam peta!! Gue di ungsikan bukan di pusat kota lagi, di rumah mbok Titi di daerah terpencil tau! Manalagi gue di suruh bantu-bantu kerja. Coba bayangkan. Gue gag mau ke sana. Mimpi aja gue gag pernah. Gimana dong Tara! Loe bisa bantu gue gag?” kata Thalia masih terisak.
”WHAT!! Oh My God, jangan salah Tha, pulau Lombok itu pulau yang hampir seindah Bali loh! Gue aja pengen ke sana. Loe nikmatin aja Tha!” kata Tara memberi semangat.
”ternyata loe sama jahatnya kayak Bonyok gue ya! Gue itu gag suka ke sana! Gag mau, di sana gag ada semua yang gue suka! Dan parahnya, besok siang gue harus berangkat! Jadi gue gag bisa ke Cafe atau pun ngucapin salam perpisahan buat temen-temen. Semuanya pasti bakal kangenin gue!” kata Thalia jayus.
”loe kan belum pernah ke sana Tha, di Lombok itu banyak pemandangan indah loe! Loe coba nikmatin aja semuanya, lebih cepat kan lebih baek. Lebih lama loe tinggal di sana, gue yakin loe bakal suka tinggal di Lombok. Oya, jangan lupa bawain kaos Lombok ya! Atau kain khas Lombok.” kata Tara santai.
”bilang aja loe seneng gue menderita! Loe jahat tau!” kata Thalia langsung menutup ponselnya.
”bukan git,,” tut..tut,,tut,, sambungan di putus.
Kemudian Thalia menonaktive kan ponselnya karna sebal pada Tara. Perutnya terasa melilit karna tak pernah makan, dan Thalia pun terpaksa keluar untuk mencari sesuatu yang bisa ia makan. Saat akan membuka pintu, pintu sudah di ketok duluan.
          ”Thalia, ini gue!” kata Rama. Thalia girang sekali, iapun langsung membuka pintu dan setelah Rama masuk, Thalia menutupnya lagi dan menguncinya. Dan senangnya lagi, Rama membawakan banyak makanan, buah, jajanan ringan dan segelas air putih dan susu coklat kesukaan Thalia.
          ”oh my god! Loe penolong gue Ram!” kata Tata langsung melahap makananya seperti orang kesurupan.
          ”pelan-pelan dong Tha, loe kayak gag pernah makan tau gag!” kata Rama sambil mengelus rambut panjang Thalia.
          ”gue emang gag pernah makan dari bangun tidur tadi siang! Loe tau aja kalo gue laper” kata Thalia sambil tetap sibuk melahap makananya.
          ”gue gitu loh! Habis ini loe mandi ya! Ntar gue bantu beresin barang yang loe mau bawa” kata Rama pelan. Thalia terisak lagi.
          ”gue gag mau ke sana Rama! Loe bantu gue dong, loe gag kasian apa liat adek kesayangan loe yang paling baek ini harus tersiksa di pulau terpencil”
          ”tapi loe tau sendiri kan, semua kemauan papa gag bisa di tolak, gue aja gag tega ngebiarin loe sengsara. Ntar siapa yang nemenin gue di rumah? Mbok Titi pulang kampung, semuanya papa mama suruh pulang kampung tau! Terus gue mau makan apa? Gue kan gag bisa masak, kalo mau beli makanan pake uang siapa? Mama kan bener-bener ngejatahin uang belanja gue selama 2 minggu ini. Loe kan nter masih ada mbok Titi yang bisa ngurusin makan-minum loe! Loe hanya perlu nikmatin. Anggap aja liburan!” kata rama memberi semangat.
          ”ya udah, loe juga harus berjuang ya! Jangan sampe loe gag makan selama seminggu” kata Thalia, kemudian memeluk kakak semata wayang nya. Walaupun resenya gag ketulunga,tapi Rama sosok kakak yang sanga perhatian, kalo urusan tampang, Rama juga gag kalah, apalagi tentang prestasi, tak perlu di ragukan, Rama emang memiliki banya bakat. Basket, bisa. Bola, bisa. Osis, ikut. Nge band, ayo aja. Pokoknya Rama the best deh.
***
          Setelah selesai makan dan mandi, Thalia mulai mengeluarkan baju-baju dan semua accecories yang ia miliki.
”Gue mau bawa baju yang ini, sepatu yang ini, sarung tinju gue, buku-buku novel gue, alat facecial dan alat creambath gue!” kata Thalia mengabsen semua barang-barangnya.
”loe bukan mau refresing Thalia! Loe ngapain bawa barang 4 koper kayak gini” kata Rama keheranan melihat barang bawaan adiknya.
”gue bawa gaun yang mana ya?” kata Thalia lagi.
”gag ada pesta-pestaan di sana Thalia!” kata Rama jengkel.
          ”mendingan loe bawa celana pendek loe banyak-banyak, baju-baju kaos, selimut, baju tidur, make up secukupnya!” kata Rama.
          ”dikit banget dong! Pokoknya gue mau bawa ipod, Hp, camera buat foto-foto” kata Thalia. Keributan pun terjadi karna Rama ngomel-ngomel saat Thalia mau bawa koleksi bonekanya banyak-banyak. Jam setengah 10, acara beres-beres selesai.
          ”udah selesai kan semuanya! Sekarang gue mau balik ke kamar gue! Nikmatin tidur loe di kasur empuk loe! Karna besok malam, mungkin loe hanya bisa tidur di tikar” kata Rama
          ”loe jangan pergi dulu, besok malam kan kita gag bisa ketawa sama-sama lagi, dan 2 minggu bukan waktu yang sebentar” kata Thalia sambil menyenderkan kepalanya di bahu Rama. Rama hanya mengangguk dan merekapun ngobrol hingga jam 2 malam. Dan Rama tertidur di sofa kamar Thalia.
***
Thalia dan keluarganya sekarang sudah ada di dalam mobil menuju bandara. Mbok Titi juga tak ketinggalan, karna Thalia akan menginap di rumah Mbok Titi selama 2 minggu. Sejak perdebatan kemarin siang, Thalia tak berbicara pada papa dan mamanya lagi. Di tambah lagi papa menyita ponsel, ipod, camera, laptop serta barang-barang modern yang memungkinkanya berhubungan dengan dunia luar. Papa menyitanya hanya saat ia di Lombok saja. Perjalanan dari rumah ke bandara Soekarno Hatta terasa sepi karna Thalia tak mengeluarkan suara sepatah katapun. Hanya Rama dan Mbok Titi yang mengajak Papa dan mamanya mengobrol. Papa dan mama banyak memberikan nasihat kepada Rama dan Thalia, karna mereka juga akan langsung balik ke Australia, mereka tak bisa meninggalkan pekerjaan mereka lama-lama.
Thalia sibuk melihat pemandangan dari luar jendela mobil. Dan Thalia sengaja memilih duduk di paling belakang bersama 2 koper dan 1 tas jinjingnya. Karna hanya itu yag papa perkenankan untuk di bawa. Sedangkan Rama, sibuk makan keripik kentang sambil main PsPnya. Mereka juga sempat turun di sebuah Restaurant untuk makan siang, tapi Thalia tak mau ikut turun, ia hanya membeli 2 buah Burger dan Softdrink. Karna ia masih marah pada orang tuanya, dan Ia takut tak bisa merasakan makanan kesukaanya di Lombok nanti.
Merekapun sampai di bandara pukul 5 sore. Setelah chek in, tibalah saatnya untuk perpisahan. Mama dan Papa mengecup pipi Thalia.
”tenang aja sayang, hukuman ini gag akan lama kok!” kata mama khawatir malihat Thalia. Thalia memeluk kakaknya erat-erat, seperti tak akan bertemu lagi, tak terasa ia menangis di pelukan kakaknya. Dari kecil Thalia tak pernah berpisah dengan kakaknya. Thalia sudah terbiasa berpisah dengan orang tuanya. Sedangkan jika dengan kakaknya, Thalia tak terbiasa, walaupun mereka sering sekali bertengkar, tapi bagi Thalia, kakaknya adalah pelindung dirinya.
”jangan khawatir ya, semuanya akan baik-baik aja kok!” kata Rama menenangkan. Thalia hanya terisak pelan. Bahunya berguncang, Rama bisa merasakan detak jantung Thalia yang berdetak kencang. Rama mengelusnya dengan penuh kasih sayang. Saat hendak berpisah, Rama memasukan sesuatu dalam saku jaket Thalia. Tapi Thalia tak merasakanya. Setelah mendengar panggilan untuk memasuki pesawat, merekapun berangkat. Papa dan Mama berangat menggunakan penerbangan yang berbeda. Sedangkan Thalia dan Mbok Titi menggunakan pesawat yang sama. Setelah Rama mendengar suara pesawat yang melaju kencang, Ramapun balik ke rumah dengan mobilnya.
***
          Di dalam pesawat, Thalia masih terdiam sambil menatap ke luar jendela. Thalia pun sudah bisa menikmatinya.
          ”Mbok, jam berapa sampai di Lombok?” tanya Thalia tak bersemangat.
          ”sekitar jam 7 malam, tenang aja Mbak, di kampung Mbok enak loh! Mbok juga gag tega nyuruh-nyuruh Mbak Thalia bantu-batu kerja, walaupun ini waktu hukuman Mbak Thalia” kata Titi seakan bisa membaca pikiran Thalia. Thalia pun tertidur karna terlalu letih.
***
Beberapa saat kemudian pesawat mereka lepas landas. Thalia berjalan pelan sambil membawa troly untuk koper-koper mereka. Setelah itu Mbok Titi memesan Taxi untuk membawa mereka sampai ke Lombok Timur. Saat di perjalanan, Thalia tertidur dalam taxi. Setelah 2 jam perjalanan, tibalah Thalia di desa Mbok Titi. Karna listrik belum sampai ke daerah tempat tinggal Mbok Titi, Thalia jadi tak bisa melihat rumah-rumah sekitar. Suami mbok Titi, pak Saiful menyambut Thalia dengan hangat. Kedua anak lelaki mbok Titi sudah terlelap dari beberapa jam yang lalu. Penilaian pertama Thalia tentang lingkungan desa mbok Titi adalah 60. karna tak ada listrik yang mengalir sampai ke desa ini. Bagaimana Thalia akan kerasan tanpa listrik selama di sini. Penyiksaan akan segera dimulai Thalia! Persiapkan mentalmu untuk mengahapinya! Kata Thalia dalam hati.
***
          Matahari belum mau memancarkan sinarnya. Bulanpun masih nampak di langit yang berwarna hitam pekat. Suara jangkrik juga masih bersahut-sahutan memenuhi udara. Tapi aktivitas sudah mulai di jalankan oleh penduduk suku sasak Lombok Timur. Bapak-bapak terlihat keluar rumah menggunakan sarung, kopiah dan membawa sajadah. Sudah bisa di tebak, mereka akan pergi ke masjid. Sedangkan di dalam rumah, selesai salat bersama putra-putrinya, Mbok Titi sekarang sedang menggoreng limpang-limpung, (pisang yang di potong dadu, dan di goreng menggunakan tepung). Sedangkan Thalia duduk santai di bingkai jendela, memandang keluar sambi menghirup udara segar. Dari tadi malam, matanya tak mau terpejam walaupun fisiknya sangat letih. Ia hanya dapat tertidur saat dalam pejalanan.
          Thalia juga baru menyadari bahwa mbok Titi memiliki warung kecil di depan rumah. Saat Thalia masih sibuk melamun, tiba-tiba pintu berdecit pelan.
"Tha, ayo sarapan dulu" kata Mbok Titi dari balik pintu. Thalia mengangguk dan keluar bersama mbok Titi. Thalia jugaa saraapan dengan suami, dan anak kembar mbok Titi yang sekarang berumur 10 tahun. Namanya Cecep dan Cecen.
          Stelah selesai sarapan, Thalia bersama kedua anak kembar mbok Titi pergimencari kayu bakar di hutan. Pulang-pulang, sendal Thalia putus karna nyangkut di semak belukar. Kakinya juga gatal-gatal, dan kulit putihnya terlihat memerah. Saat akan keluar dari hutan, Thalia juga bertemu dengan Aji. Tetangga Cecep dan Cecen yang seumuran dengan Rama, kakak Thalia. Menurut Thalia, Aji tidak gaul, bajunya lusuh. Tapi itu semua tak dapat menyembunyikan keramahan dan kebaikan hati Aji. Ia membantu Thalia mengangkat kayu bakar.
          "makasi ya, udah bawaain kayu bakar aku" kata Thalia tersenyum. Aji hanya mengangguk. "kamu mau saya ajak keliling desa?" tanya Aji ragu-ragu,
          "dengan senang hati. Aku juga mulai tertarik untuk lebih mengenal kebudayaan sasak" kata Thalia terlihat lebih ceria dari kemarin.
          "baiklah, besok saya jempu di sini ya. Sekarang saya mau bertani dulu" kata Aji tersenyum tipis. Thalia hanya mengangguk lalu masuk ke rumah.
          Setelaah mencuci tangan dan kaki, Thalia balik ke kamarna yang hanyabeukuran 3 kali 3 meter. Hanya sebersa kamar mandinya di  Jakarta. Aji sangat istimewa, berbeda dengan temaan-teman cowok aku di Jakarta. Senyumnya tulus, tidak  d buat-buat seperti sedang tebar pesona. Aku nyaman ngobrol sama dia. Aji itu lugu. Aduh Thalia, kamu ngomong apa sih, padahal kamu baru ketemu satu kali sama Aji. Kata Thalia bergumam dalam hati. Ia mengambil jaketya yang ada d kasur, akan ia gantung di belakang pintu kamar, tapi ada sesuatu yang berat dalam saku jaketnya. Saat Thalia merogh sakunya, ada ponsel kak Rama dan selembar ketas yang di lipat bersama ponsel berlayar sentuh yang tidak di aktive kan.
          "wow HP! Thanks banget Rama. Loe dewa fortuna gue! Tapi emang ada? Ah bodo amat, yang penting gue udah bisa call temen-temen gue lagi" kata Thalia takjub seperi baru menenal barang seperti itu. Kemudian Thalia mengaktivekanya, dan setelah itu Thalia membaca surat dari Rama.
          'loe pasti akan berterima kasih sama gue. Pokoknya loe harus traktir gue bakso pak kumis kalo loe udah balik. Loe kangen kan sama Hp loe! Pake aja Hp gue nanti kalau mau, hubungin gue ke Telpon rumah aja. Giamana suasana di sana? Ceritain gue dong! Jadi penasara nih, Gue tunggu ya. See you my little sister!' kata Rama menyudahi suratnya. Walaupun baru beberapa hari di Lomok, Thalia jarag sekali keluar rumah, ia lebih senang melihat orang beraktifitas dari jendela kamarnya.
***
          Esoknya, Aji menjemput Talia dan mengajaknya ke tempat latihan Peresean.
          "Aji, peresean itu apa?" tanya Thalia, karna merasa asing.
          "peresean itu adalah permainan saling pukul dengan kayu atau semacan pecutan dan kita berlindung dengan perisai" kata Aji antusias menjelaskan.
          "sakit dong! Terus kamu bisa main Ji?"
          "iya dong! Di sini, anak seusia aku sudah biasa dengan Peresean, kalau sudah terbiasa, tidak sakit kok!" kata Aji.
          "Aji, ayo! Aku udah gag sabar." Kata Thalia sambil menarik-narik tangan aji. Pdahal dia saja tidak tau tempatnya. Setelah 1 jam menontn peresean, Thalia di ajak berkeliling di sawah oleh Aji. Dan tujuan terakhir mereka  jalan-jalan sore ini adalah ke mata air di dekat hutan.
Udara di sekitar hutan sangat sejuk. Suara gemericing air terdengar mengalir lembut. Di segala penjuru hanya terihat pepohonan besar yang rindang dan teduh. Dan kicauan burung yang menamah indah suasana. Aji bercerita bayak tentang keluargaanya. Aji hanya tamatan SMP. Padahal keinginanya bersekolah besar. Dan sekarang ia hanya membantu ayah ibunya menjadi petani.
"aku suka tinggal di sini" kata Thalia membuka percakapan.
"di sini belum terlalu aman untuk kamu, kaarna di desa terpencil seperti ini, sering terjadi perang antar suku. Jika sudah terjadi, banyak yang menjadi korban. Biasanya rumah warga di bakar, dan banyak yang di bantai. Tak ada yang mereka biarkan lolos."
"apa sebabnya terjadi perang antar suku seperti itu?"
"biasanya  karna perbedaan adat istiadat, atau keyakinan. Mangkanya semua lelaki di suku sasak ini harus bisa bertarung untuk menjaga diri. Biasanya juga para tetua adat selalu berkata 'lain tutuk lain jajak, lain desa lain adat. Nanging sami hamengku negara' bahasa itu dari campuran bahsa Jawa, Bali dan Lombok. Yang biasa di sebut degan bahasa Kawi."
"Apa artinya Aji?"
"kalau tidak salah, artinya. Lain desa, lain adat. Bahwa setiap desa berhak menentukan adatnya masing-masing, namun di dalam hal yang bertentangan antar satu desa dengan desa lain, harus tunduk kepada aturan yang lebih tinggi. Tapi banyak desa yang tidak mau tuntuk pada peraturan itu, maka terjadilah pertengkaran"
"ow begitu, apa sja aktifitasmu malam hari Aji?"
"saya biasanya mengajar anak-anak kecil mengaji" kata Aji sambil menggurat sesuatu pada sebuah pohon dengaan batu tajam.
"oya Aji, apakah tidak ada yang marah jika aku selalu main-main bersamamu?" tanya Thalia ragu
"maarah kenapa? Saya berhak berteman dengan siapa saja, jadi tidak ada yang boleh melarangnya."
 "Maksud aku apakah kamu punya pacar?"
"tidak, mana ada yang mau dengan anak petani miskin yang bodoh"
"kamu gag boleh bilang gitu. Kamu punya bakat dan potensi yang bisa kamu  kembangkan. Aku suka sama kamu!" kata Thalia keceplosan. "bu,,bukan suka dalam arti yang tidak-tidak, maksud aku,,"  
"stsss..." Aji menempelkan telunjuknyaa di bibir Thalia. "saya tau maksud kamu" kata Aji melanjutkan kalimatnya. Merekapun terdiaam dan saling bertatapan. Perut Thalia terasa seperti di aduk melihat Aji memandanginyaa seperti itu, jantungnya seperti akan melompat. Hembusan angin yang memainkan poninya serasa menusuk kulit. Aduh, kenapa perasaanku gelisah begini? Aku gag mungkin suka sama Aji. Tapi, Cinta kan gag memandang tampang atau latar belakang, dan sepertiya aku,, huhpp,, jaangan mikir yang engak-engak deh! Thaliaa berusaha menepis semua yang ada di pikiranya. Ia baru bisa melihat ukiran yang di buat Aji di pohon saat Aji merebahkan diri di tanah berumput dekat pohon. Dan ia kaget saat meembacanya. 'Aji LoVe ThaLia'
"apa saya salah jika mengungkapkanya?" tanya Aji membuykan rasa syoknya.
"gag ada yang perlu di salahkan" jawab Thalia sambil menyembunyikaan rona wajahnya yang sudah semerah Srawbery. Tapi Aji tak meminta Thalia untuk menjawabnya. Karna bagi Thalia dan Aji, semuanya masih terlalu cepat. Setelah menghabiskan sore bersama, Aji pun mengantar kan Thalia pulang.
***
Thalia pulang dengan hati gembira. Setelah itu, Thalia membantu mbok Titi memasak dan mencuci piring untuk makan malam. Semua di laakukanya dengan senang hati dan tanpa di suruh. Setelah makan, Thalia pun tertidur seusai membereskan barang-barang bawaanya yang masih tersipan di koper. Malam itu, susah bagi Thalia untuk memejamkan matanya, semua perkataan Aji masih terngiang di telinganya. Rasa bahagia mambuncah di setiap jengkal tubuhnya. Dan Thalia pun terlelap dalam bahagia.
***
Thalia di tarik secara paksa, matanya yang masih terpejam langsung terbuka. Telinganya mendengar berbagai teriakan dan Mbok Titi yang membangunkanya menangis. Otak Thalia masih tak sanggup menguraikan kejadian ini.
          ”ada apa ini?” teriak Thalia binggung.
          ”jangan banyak tanya, bersembunyilah di lubang bawah kasurmu.” kata Mbok Titi sambil menggendong anaknya dan menyeret Thalia berjongkok untuk masuk ke lubang di lantai bawah kasur. Ruangan itu gelap gulita, tanpa cahaya dan penerangan apapun. Mbok Titi menitipkan Cecep dan Cecen pada Thalia, baru saja mereka bertiga masuk, pintu ruangan bawah tanah itu berdebam keras dan tertutup. Dari luar teriakan Mbok Titi terdengar melengking keras. Seketika  sunyi, teriakan Mbok Titi tak terdengar lagi. Tapi beberapa derap langkah terdengar keras dan menakutkan. Di luar, Thalia merasakan di sekitarnya masih ribut dengan teriakan dan kata-kata yang seperti sumpah serapah yang Thalia tak tahu artinya.  Suasana mencekam di tambah dengan hujan deras yang di warnai petir. Cecep dan Cecen menangis sesegukan. Thalia memeluk mereka berdua, tak tau harus melakukan apa, tak tau harus bagaimana, dan tak tau kejadian apa yang menimpanya.
          ”stss,, jangan nangis lagi ya” sebentar lagi kita keluar dari tempat ini” kata Thalia sambil meraba kepala Cecep dan Cecen dalam pelukanya. Thalia mencoba tegar di hadapan Cecep dan Cecen. Tapi tak terasa, air matanya jatuh juga. Thalia merindukan rumah, merindukan kak Rama, mama dan papanya. Thalia baru teringat, ponsel yang di berikan kakaknya ada di saku jaketnya. Dan jaket itu ada di belakang pintu kamar. Thalia membuka pelan pintu ruang bawah tanah. Saat ia keluar, ia meliahat mbok Titi sudah terkapar bersimbah darah. Setelah melihat keadaan mbok Titi yang pingsan, Thalia buru-buru mengambil jakenya di belakang pintu.
Tiba-tiba, dari depan pintu ada 2 orang pemuda yang sedang menyeret suami mbok Titi yang sepertinya pingsan. Celakanya, ia melihat Thalia. Refleks, Thalia berteriak keras, dan membanting pintu kamar. Thalia panik, tapi ia masih memikirkan ide. Di bukanya pintu jendela lebar-lebar, kemudian Talia masuk ke dalam ruang bawah tanah dengan cepat,tak lupa menguncinya. Thalia berusaha mengatur nafas.
Beberapa saat, terdengat pintu kamar di dobrak, dan pemuda itu keluar lewat jendela, mereka pikir Thalia sudah kabur lewat jendela.
Thalia menyalakan ponse kakaknya. Setelah itu, secerca sinar memenuhi ruangan bawah tanah. Ruangan kecil, sempit dan pengap itu penuh dengan kayu, bahkan ada tikus yang berlarian di dekat Thalia. Tapi ia berusaha untuk tidak berteriak. Thalia melihat Cecen dan Cecep sudah tertidur lagi. Thalia menekan nomer rumahnya yang di Jakarta, terdengar nada tunggu. Tapi tidak ada yang mengangkat. Angkat Rama.. Gue butuh bantuan. Gue takut.. Rama, Thalia menyemangati diri dalam hati. Sekali lagi Thalia menghubungi nomer rumahnya, Tapi tetap tak ada jawaban, saat nada tunggu terakhir akan selesai, akhirnya Rama mengangkat telpon rumahnya.
          ”Rama,, gue takut.. gue takut,, gue mau pulang!” kata Thalia angsung berbicara cepat.
          ”hallo Thalia! ada apa Thalia? ini sudah malam.” Rama masih binggung dengan adiknya.
          ”gue ada di ruang bawah tanah mbok Titi bersama anak mbok Titi, sepertinya ada perang di sini. Gue takut, banyak teriakan di sini. Semua orang panik, dan terakhir gue liat mbok Titi berteriak keras di luar sana. Tadi gue juga hampir di tangap, tapi gue bisa kabur.” kata Thalia berusaha menahan isak tangisnya.
Seketika tubuh Rama menegang membayangkan adik semata wayangnya ketakutan di sana. Aliran darahnya bergerak 2 kali lebih cepat. Tubuhnya bergetar dan sebuah perasaat takut menyeruak dalam hatinya. Ia tak akan bisa memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu dengan adiknya.
          ”jika suasana sudah agak membaik, keluar dari situ. Cari bantuan dan bersembunyi di tempat aman. Berjanjilah untuk tegar! Malam ini kakak akan cari penerbangan yang menuju Lombok, secepatnya kakak susul ke sana. Jangan pernah takut untuk menghadapinya! Bertahan ya sayang!”
          ”iya kak! Gue berjanji akan tegar” kata Thalia pelan lalu memutuskan sambungan karna ada suara derap langkah menuju tempat persembunyianya. Thalia melihat jam, ternyata pukul 2 malam. Thalia mengambil sebilah kayu. Bersiap-siap jika ada yang datang. Di genggamnya kayu itu hingga buku-buku jarinya memutih. Sorot matanya tajam, bersiap melawan apa saja yang menganggunya. Ketakutan sudah berkurang di matanya. Tapi tubuhnya menggigil pelan, jantungnya seakan ingin melompat keluar. Ya tuhan, kuatkan hamba! Hamba takut ya Tuhan. Lindungi kami semua agar terbebas dari suasana seperti ini. Kata Thalia berdoa dalam hati.
Pintu ruang bawah tanah terbuka, dan ada sosok Aji di situ. Thalia menjatuhkan kayu yang di pegangnya, dan memeluk Aji erat, seakan takut terpisahkan.
          ”saya tahu kamu pasti di sini! ayo keluar!” kata Aji berbisik. Thalia hanya mengangguk dan membawa Cecep dan Cecen. Thalia hanya sempat membawa beberapa baju, sisa uang dan jaketnya saja. Sama seperti Aji. Merekapun masuk ke dalam hutan untuk berlindung.
          Satu jam sudah berlalu, suara-suara ribut sudah sedikit berkurang. Tapi dari kejauhan di dalam hutan, Thalia melihat banyak orang yang sedang membakar perkampungan warga. Ada juga orang-orang yang sedang di siksa, dan banyak lagi pemandangan mengerikan lainya. Thalia berjalan pelan sambil memegang erat tangan Aji. Thalia hanya sempat memakai sepatu sendalnya. Sekarang Thalia benar-benar basah kuyup dan sangat kedinginan. Tubuh mungilnya bergetar  pelan. Mereka masih terus berjalan di tengah gelapnya malam.
          Sedangkan Rama, begitu tahu adiknya sedang dalam bahaya, iapun mengambil cepat jaket, dompet dan sepatunya. Ia mengambil semua perhiasan mamanya yang ada dalam lemari, karna Rama saat itu tidak mengantongi uang banyak, karna masih dalam masa hukuman. Ia langsung tancap gas pergi ke bandara Soekarno Hatta. Yang hanya di benaknya adalah bagaimana cara sampai ke Lombok dengan cepat, agar bisa menyelamatkan adiknya.
                                                ***
          "Cecep! Cecen!" kata seorang ibu memanggil anak mbok Titi.
          "bibi!"
          "biarkan cecep dan cecen bersama saya!' kata ibu itu. Thalia pun mengangguk.
          "jaga diri ya nak!" kata ibu itu mengiringi kepergian Thalia dan Aji.
          "bagaimana dengan ibu sendiri?" tanya Thalia khawatir.
          "tenang saja, ibu akan pergi ke tempat lain" kata ibu itu, tersenyum lalu pergi membawa Cecep dan Cecen   
"kita harus pergi dari sini secepatnya! Karna desa ini akan di bakar oleh orang-orang biadab itu!" kata Aji sambil terus berjalan cepat.
          "bagaimana dengan orang-orang yang belum menyelamaatkan diri, dan orang tua kamu sendiri Aji?"
          "tenang aja, orang tua saya aman kok! Tap orang-orang yang tidak bisa menyelamatan diri, mereka akan ikut di bakar. Jadi kita harus cepat-cepat meninggalkan daerah ini secepatnya." kata Aji. Mereka terjalan terus, melewati sungai, sawah, dan buki-bukit. Jam sudah menunjukan pukul 5 subuh. Kaki Thalia sudah tak bisa di gerakan, tapi mereka harus terus berjalan ke arah barat, agar memasuki kota Mataram. Jika di kota, keadaan akan aman.
          "aku gag kuat lagi Aji," kata Thalia pelan. Tanpa banyak berkata agi, Aji menggendong Thalia dalam pelukanya. Mereka teruss berjalan, dan sampai di sebuah gubuk reot di tepi hutan, sepertinya tak berpenghuni. Mereka duduk beristirahat di depan rumah. Perjalanan masih panjang, tapi Aji daThalia tak kuat lagi. Merekapun beristirahat sejenak.
          "kita istirahat di sini saja ya. Tapi waktu istirahat harus kita batasi, karna banyak yang bisa membuntuti kita. Dan sebelum kita memasuki kota Mataram, semuanya tak akan aman." kata Aji
          "aku mengerti, karna aku sudah sangat lelah, dan tak sanggup berjalan lagi" kata Thalia sambil merebahkan tubuhnya di atas beranda gubuk reot.
          "kamu tau gag Ji, aku takut banget waktu belum ada kamu di rumah Mbok Titi. Entah mengapa, saat ada kamu, aku merasa aman." Kata Thalia berkata jujur.
          "kamu tau gag kenapa saya bisa bertahan walaupun rasanya fisik saya sudah gag kuat? Karna ada kamu di sini. Enah kenapa, saya gag pengen terlihat lemah di hadapan kamu, walaupun sebenarnya saya begitu rapuh" kata Aji. "aku punya sesuatu buat kamu,"
          "apa?" kata Thalia penasaran. Aji melepaskan kalung berbentuk taring hiu di leherya, kemudian memakaikanya pada Thalia.
          "ini bagus sekali, bener buat aku?" tanyaThalia ragu.
          "ambilah, karna lebih indah jika kamu yang memakainya." Kata Aji sambil ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Thalia. Sesaat mereka berpandangan, pandangan yang hangat di mata Thalia.
***
          Thalia terbangun saat sinar matahari menusuk kulit. Di ponselnya, Thalia melihat jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Tapi Aji tak ada di sisinya. Kemana Aji? Tanya Thalia dalam hati. Setelah menunggu beberapa saat dengan khawatir, thalia melihat Aji berjalan di kelauhan sambil menenteng beberapa buah ubi kayu dan kayu bakar. Ow, Aji mencari makanan. Pikir Thalia. Dari kejauhan, Aji melihat Thalia sambil tersenyum dan melambai ke arah Thalia. Belum sempat Thalia membalas lambaian Aji, dari belakang pohon, 4 pemuda masing-masing membawa pisau sabit mencekal Aji. 2 orang memegang tangan kanan dan kiriya.
Refleks, Thaia berteriak histeris. Secepat kilat, Aji menendang seorang      pemuda yang mencekalnya dengan tumitnya. Akhirnya pemuda itu jatuh terlentang. Marah karna Aji melukai seorang teman mereka, salah satu pemuda yang membawa pisau sabit mengarahkan sabitanya ke perut Aji, tapi syukurlah Aji cepat menunduk. Dan akhirnya salah satu orang yang masi mencekal Aji menjadi korban. Perutnya terbelah 2, dan langsung tewas d tempat. Aji tak bisa menghindar saat salah salah satu pemuda yang membawa sabit mengarahkan sabitnya ketangan Aji, tangan Aji luka parah, tapi Aji tetap berusaha melawan sebisanya. Dari kejauhan, Thalia merasakan ia susah bernafas melihat kejadian itu.
Kepalanya berat dan pandanganya berkunang-kunang. Ia berusaha berlari ke arah Aji. Aji berhasil melmpuhkan 2 orang sisanya. Thalia memeluk Aji yang sekarang bersimbah darah, tanganya hamir putus terkena sabitan. Thalia memeluk Aji sambil berurai air mata. Ia tak tau harus berbuat apa. Sedangkan Aji memandang Thalia masih dengan senyum manisnya. Tapi Thalia tak menyadari, maut masih mengancamna. Dari belakang, pemuda yang di tendang Aji pertama kali bangkit dan mengayunkan pisau sabit kawanya tepat di kepala Thalia. Semua terliahat hitam di mata Thalia.
"TIDAKKKKKKKKKKKKKKKK,,,,,,,,," lologan Aji menggema ke semua penjuru hutan.
***
          Sesuatu yang keras menimpa wajah Thalia. Ia mulai tersadar saat di lihatnya sinar matahari langsung menerpanya. Thalia masih tak percaya dengan apa yang baru saja di alaminya.
“bangun anak mami!! Loe tuh tidur kayak kebo tau! Dari tadi gue teriak-teriak bangunin loe! Loe gag bangun-bangun! Nasib apa gue punya adek kayak loe!” kata Rama sambil membuka tirai dan jendela Thalia lebar-Iebar. Thalia memandang kakak semata wayangnya dengan ekspres tak percaya, hingga kakaknya melambaikan tangan di depan wajahnya.
"woy bangun! Belum sadar juga loe! Mau gue siram air biar sadar?" kata Rama sambil mengguncang tubuh mungil adik semata wayangnya.
"gue gag mimpi kan?" Tanya Thalia masih tak percaya.
"mimpi gundul mu!" kata Rama  sewot melihat adiknya masih dalam selimut pada jam 12 siang.
            "Sekarang gue gag mau tau! Loe harus bangun, karna 1 jam lagi papa mama sudah  nunggu loe di ruang keluarga!” kata Rama menarik selimut Thalia dan langsung kelua kamar Thalia.
          ”APA??!! Jangan pergi dulu, kenapa loe gag bilang dari kemarin-kemarin kalo papa mama mau balik dari Aussie pagi ini!” teriak Thalia menghentikan langkah Rama yang sudah akan pergi meninggalkan kamar Thalia.
          ”mana gue tau! Gue juga baru di kasi tau si mbok 2 jam yang lalu, tau tuh si mbok pikun! Gag ngasi tau dari kemarin” kata Rama tanpa menoleh. Iapun berlalu.
”MAMPUS GUE! Adakah keajaiban yang bisa membuat gue merapikan kamar seberantakan ini dengan waktu kurang dari 1 jam? OH MY GOD,,, HELP ME PLEASE!!” Thalia berguman sendiri, ia terlihat masih syok dengan apa yang di dengarnya barusan. Yang lebih mengagetkan lagi, kenapa semuanya sama dengan yang ada di dalam mimpinya? Ia melihat lehernya, karna merasa ada yang berbeda.
          "TIDAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK................" Thalia menjerit ketakutan saat di lihatnya ada kalung taring hiu di lehernya. Pertanda apa itu?


THE AND


By : BaaQ RisMaya AdhiTa